Samarinda – Kalimantan Timur (Kaltim) harus bersiap menghadapi guncangan fiskal pada 2026 setelah pemerintah pusat memangkas Dana Bagi Hasil (DBH) secara drastis. Dari alokasi Rp9 triliun tahun ini, hanya sekitar Rp4,4 triliun yang akan tersisa.
Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, menilai pemotongan Rp4,6 triliun itu bukan sekadar koreksi, melainkan hantaman serius yang bisa mengguncang fondasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Menurutnya, DBH selama ini adalah urat nadi pembiayaan daerah.
“Bayangkan, dari Rp9 triliun DBH tahun ini, hampir setengahnya disapu begitu saja. Artinya, separuh napas APBD kita dipaksa berhenti, dan konsekuensinya akan merembet ke berbagai sektor pembangunan,” tegas Hasanuddin.
Ia menekankan, kondisi ini tidak memberi banyak ruang manuver bagi Pemprov. Pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar memang tak bisa disentuh karena dilindungi undang-undang, tetapi kegiatan di sektor lain hampir pasti akan dipangkas.
“Yang pasti, pemangkasan akan menggerus program-program yang selama ini hanya bersifat tambahan. Kegiatan seremonial di SKPD, seperti di Dispora, kemungkinan besar jadi korban pertama,” ujarnya.
Hasanuddin juga mengkritik lambannya respons Pemprov Kaltim yang hingga kini belum memaparkan secara jelas strategi menghadapi pemotongan DBH tersebut. Ia mengingatkan, tanpa kejelasan, publik berisiko menjadi pihak yang paling dirugikan.
“Ini persoalan serius yang tidak bisa dibiarkan samar. Publik harus tahu secara terang, mana program yang berani dipangkas gubernur dan mana yang benar-benar masih dipertahankan sebagai prioritas,” tutupnya. (Mujahid)